Alam sebagai tempat peristirahatan manusia sejatinya adalah ayat kauniyah yang seharusnya menjadi media renungan dan muhasabah diri. Sebuah renungan mendalam pada jati diri manusia supaya terintegrasi antara tugas kekhalifahan manusia dengan kandungan hikmah dan manfaat lingkungan sekitar. Sekaligus sebagai refresetasi dari buah pikir manusia, karena akal merupakan media yang sangat produktif dalam  mengolala lingkungan alam dan jasmani-rohani manusia itu sendiri sehingga pada kemudian hari akan menjadi pribadi yang sebenarnya. Yaitu manusia yang manfaatnya tersebar luas di puing-puing kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Fakta yang dilihat dalam jendela kehidupan dari berbagai ras  maupun profesi masih banyak yang kurang bersahabat menjadikan lingkungan sekitar sebagai musuh bebuyutan. Terjadi penebangan liar yang bersifat massal sehingga mengakibatkan saluran cuaca yang kurang nyaman. Dan hal yang sangat ironis dan disayangkan adalah kurangnya memfungsikan akal sebagai media berfikir jernih serta menjadikannya sebagai fasilitas abstrak yang memiliki potensi tinggi dalam menjunjung tinggi profesi kemanusiannya.

Dalam konsepsi Islam, seluruh struktur tubuh manusia adalah sebuah kemasan yang melabeli dan membungkus akal dan jiwa. Kemudian akal ini beraktifitas menggerakkan organ luar untuk menimbulkan kegiatan yang bersifat kemanusian dan bernuansa kekinian. Al-Qur’an dengan konsep ayyukum ahsanu ‘amala sangat menekkankan terhadap isi (kualitas) dan bukan pada kemasan (kuantitas).Jika dianalogikan dengan postur tubuh, kualitas kemanusiaan terletak pada pola pikirnya sementara struktur tubuh hanyalah sebuah kemasan yang menjadi refresentatif dari energi akal.

Untuk membentuk isi yang berkualitas dan berbobot dari sutu kemasan diperlukan berbagai macam upaya yang maksimal dan berorientasi khusus pada tujuan. Salahstu upaya atau ikhtiar yang bersar adalah membentenginya dengan berbagai macam disiplin keilmuan yang mempuni. Minimal jika tidak bisa dengan multi keilmuan dapat difokuskan pada satu atau dua bidang keilmuan yang sesuai dengan bakat dan minatnya serta problematika kehidupan yang sering dihadapinya.

Kenapa dengan benteng ilmu?. Karena sepanjang catatan sejarah peradaban dunia baik itu di  kalangan muslim atupun non muslim, semuanya berangkat dari pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terus ditingkatkan dan dikembangkan sehingga mereka mampu mengukir prestasi bersejarah yang terus dikenang dan dibaca sampai saat ini. Sekelas Imam Abu Hamid al- Ghazali seorang filosof muslim (450 – 505 H) yang namanya tenar dan masyhur baik di kalangan pemuda muslim maupun non muslim pada tempo dulu, yaitu dengan sikap keberaniannya dan kejeniusannya meng-counter filsafat Yunani yang berkembang pesat dan mampu membakar api semangat pemuda Yunani. Plato (427-384 SM) filosof Yunani sekuler non muslim termasyhur sebagai murid dari Socrates dan guru Aristoteles, dengan disiplin ilmu filsafatnya yang mendunia kemudian menjadi embrio lahirnya filosof sekuler baru pada dekade berikutnya.

Hemat bahasa penulis berkesimpulanbahwa pikiran itu laksana tanah yang dijadikan ladang perkebunan dan atau pertanian, supaya tanah ini subur dan produktif maka diperlukan perawatan, pemupukan dan pemberian jenis obat-obatan yang dibutuhkan sehingga hasil panennya melimpah ruah dan berkulitas tinggi. Begitu pula dengan pikiran, ia akan menjadi produktif jika sering disuplai dengan aneka macam bacaan baik dari kitab kuning (literatur kepesantrenan), kitab putih (buku), majalah, surat kabar dan sebagainya ataupun media online dan offline yang sudah lumrah digunakan saat ini. Semakin sering pikiran mengkonsumsi bacaan, samakin bagus daya ingat dan cara berpikirnya. Sebaliknya kekurangan mengkonsumsi bacaan, semakin jenuh dan bosan untuk berpikir positif dan idealis. Jadi, nutrisi yang berprotein dan bervitamin tinggi pada pikiran adalah bacaan.

Pikiran  sebagai substansi dan hakikat manusia memiliki power yang tinggi  untuk menciptakan SDM yang berkualitas serta memiliki peran central, karena fungsi dan perannya sebagai planing,controling, monitoring dan evaluating. Pantaslah Khalil Ghibran seorang seniman dan juga filosof asal Amerika mengatakan “kegagalan dari sesuatu yang direncanakan dengan matang tetap lebih labih baik dari pada keberhasilan yang tidak direncanakan”. Ibrahim Elfiky motivator muslim dunia mengatakan “apa yang dinikmati hari ini adalah hasil buah pikiran yang kemarin”. Imam Haramain al-Juwaini (419-478 H) yang masih guru dari Imam Abu Hamid al-Ghazalimelalui karya monumentalnya “al-Waraqat”,mengatakan “suatu pekerjaan yang dilakukan atas dasar kehati-hatian, apabila pekerjaan itu benar maka akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala kehati-hatian dan kebenaran, apabila salah maka hanya mendapat satu pahala yaitu pahala kehati-hatian atau kewaspadaan”.

Al-Qur’an dengan konsep kalimat “afala ta’qilun, afala tatafakkarun”, memerintahkan supaya mengoptimalkan daya pikir sebagai mediasi dalam mengkontekstualisasikan lingkungan alam dengan kehidupan manusia dalam kesehariannya. Namun, meski demikian bukan berarti terperangkap ke dalam pola pikir ala  arogan, liberal maupun sekuler sebagaimana pemikir kontemporer di dunia barat ataupun pemikir Indonesia yang sering mengkritisi dan mencacimaki ulama’, habaib, tokoh agama maupun cendikiawan muslim yang kredibel. Dalam hal ini aqidah ‘ala ahlussunnah waljama’ah tetap menjadi landasan primer yang tidak tergantikan. Perkuat aqidah dan  disiplin ilmu kepesantrenan sebagai identias dan jati diri yang wajib menjadi hiasan sepanjang hayat. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan wawasan dan keilmuan masa kini yang relevan dan kontekstual . Seperti konsep “Waashluhaa tsabitun wafar’uha fissamaai”, yaitu menguatkan akar pohon terus menancapkan jari-jarinya ke dalam dasar tanah, sementara batang pohon terus bertunas dan rantig-rantingya bercabang menjulang ke langit. Allahu a’lamu.

Senin, 14 Muharram 1443 , 22 Agustus 2021 M

Oleh, Muhammad Zakki Ismail

* Penulis Adalah Dosen Dan LP2M Sekolah Tinggi Agama Islam Al Falah Pamekasan

Share Now !

Leave a Comment